Wednesday, October 14, 2009

Di Balik Sejarah Tertindasnya Kaum Muslim

(Resensi buku "MENYINGKAP FITNAH & TEROR" by Republika)

Republika. 2008-09-14 10:03:00
Jadilah buku setebal 320 halaman ini menyajikan pembelokan fakta tentang damainya Islam. Lewat buku Menyingkap Fitnah dan Teror, Hj Irena Handono mengulas berbagai pembelokan fakta sejak lahirnya Nabi Muhammad pada 570 M sampai sekarang, di era ketika George Bush memutuskan menyerang Irak atas nama terorisme.

Sudah sejak lama Barat menggambarkan Islam sebagai wajah penuh kekerasan serta disebarkan lewat peperangan. Turun-temurun mereka kemudian telanjur menilai Islam sebagai agama yang terbelakang.

Perspektif Irena sebagai pakar Kristologi pun menghadirkan beragam referensi. Ia mengambilnya dari ilmuwan Barat serta uraian teks atau penggalan pidato pemuka gereja yang mengurai propaganda macam apa yang diluncurkan terhadap Islam. Hasilnya adalah permusuhan yang terpendam dalam jiwa masyarakat Barat. Inilah strategi untuk melenyapkan Islam dan kaum Muslimin (hlm 5).

Padahal kekerasan sudah lama menjadi sifat alami bangsa Barat. Saat tentara salib menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099 tercatat lebih dari 60 ribu orang Yahudi, Muslim, laki-laki, perempuan, dan anak-anak dibantai. Saksi mata menyatakan akibat pembunuhan itu genangan darah manusia di depan kuil Salomon mencapai tinggi pergelangan kaki manusia.

Penemu benua Amerika, Columbus, juga seketika menghabisi nyawa enam penduduk asli Karibia saat ia baru mendarat di sana. Alasannya mereka tidak terlihat seperti tidak mempunyai agama di mata Columbus yang menganut Katolik. Serta dugaan keterlibatan gereja Anglican dalam melegalkan pembunuhan terhadap suku Tutsi terkait perangnya dengan suku Hutu di Rwanda.

''Buku ini saya buat supaya orang mengetahui mana yang fitnah dan tidak benar,'' ujar Irena, usai peluncuran bukunya di auditorium Universitas Al-Azhar, Jakarta, Sabtu (6/9).

Karena itu, Irena menyertakan pula kisah Rasulullah dan khafilah dalam menghadapi teror dan fitnah. Dan, kesabaran sang Rasul menjadi pembuka bab kedua bukunya. Sikap bersabar merupakan gambaran keteladanan bagi para pengikutnya agar mereka siap memikul berbagai bentuk penyiksaan dan tekanan yang harus dirasakan saat teguh mengimani dan menjalankan sebuah keyakinan (hlm 80).

Fitnah yang ditujukan kepada umat Islam sesungguhnya bukan perintah yang tertera dalam Injil. Kitab Injil yang asli menggambarkan Yesus sebagai seorang pecinta damai yang tegas. Surat Matius 5:39 memerintahkan pengikut Yesus untuk memberikan pipi sebelahnya jika satu pipi mereka ditampar. Bahkan Injil mengharuskan kaum Kristen menunjukkan kedermawanan kepada lawan mereka seperti diteladankan Yesus.

Agama Kristen sesungguhnya mengajarkan penyelamatan yang berarti penebusan dosa dan kematian. Bukan pemusnahan musuh Tuhan. Karena itu berperang untuk memperebutkan dunia ini tidak bermakna apa-apa. Tetapi, perang salib menunjukkan kebalikan dari ajaran agama Kristen.

Sejarah pun berulang. Dan, perlawanan terhadap kaum Muslim terus berlanjut. Kaum Yahudi turut merusak pikiran umat Islam dengan mengembuskan ide-ide yang bertentangan, seperti sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme. Kemudian di zaman kini, media massa Barat yang sebagian besar dimiliki pemodal Yahudi beropini mengaburkan kekejaman yang dilakukan serdadu Amerika terhadap tawanan Irak di penjara Abu Ghuraib. Di mata media asing rakyat Irak terutama pejuang Mujahidin adalah teroris yang sangat membahayakan.

Ternyata, semua itu fitnah. Irene membuktikannya lewat kesaksian dua jurnalis MetroTV yang pernah disandera kelompok pejuang Mujahidin selama satu pekan di Irak. Mengutip buku karangan Meutya Hafid, 168 Jam Dalam Sandera, disampaikan kenyataan kalau selama ditawan Meutya justru merasa diperlakukan sangat manusiawi. Selain bisa beribadah selama tujuh hari Meutya selalu makan bersama penyanderanya. Itu membuat ia merasa tenang meski dalam tawanan. Bahkan, Meutya mendedikasikan bukunya untuk perjuangan warga Irak dan penyanderanya, Jaish Al Mujahideen.

Fitnah serta teror Barat pun meluas ke berbagai topik kehidupan. Di bidang kesehatan, kewajiban membagi virus flu burung ke negara adidaya ternyata tidak berlaku sebaliknya. Sampel virus asal Indonesia yang disimpan di Los Alamos, New Mexico, Amerika, tidak dapat diakses oleh ilmuwan Tanah Air. Padahal di tempat itu Amerika membangun bom atom Hiroshima pada 1945. Tidak mustahil kalau timbul pemikiran bahwa sampel itu dipakai bahan pembuatan senjata biologis demi kepentingan Amerika.

''Umat kita harus sadar kalau barat menggunakan pola yang sama untuk menuduh Islam,'' kata Irena.

Proses pengumpulan bahan terjadi selama dua tahun. Beberapa diantaranya didapat Irena dari dunia maya. Menurutnya, banyak orang barat yang sadar kalau tindakannya keliru dan umat Islam memilih untuk dibodohi mereka. Karena itu, ''Mari kita iqro kembali,'' sambungnya. (indira rezkisari)

No comments:

Post a Comment