Saturday, November 21, 2009

Sekali Lagi: 10 Keganjilan di Bank Century (Episode 4 koma 5)

Oleh: Dandhy D Laksono --

Sebelum berlanjut ke keganjilan ke-5, ada yang ganjil di dalam keganjilan ke-4 (Dampak Sistemik), yang kaitannya dengan keganjilan ke-3 (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek/FPJP). Sebut saja ini keganjilan yang keempat setengah (4 koma 5).

Mari pelan-pelan kita urai keganjilan dalam keganjilan yang sepertinya kurang ditangkap oleh para auditor BPK ini.

Terlepas soal ketentuan CAR minimum yang diubah dari 8 persen ke “asal tidak negatif” dalam Peraturan Bank Indonesia —sehingga Bank Century yang tadinya berstatus “tidak layak tolong” berubah menjadi “sangat layak tolong” (keganjilan ke-3)— ada keganjilan lain yang cukup mengganggu. Sebab, pengucuran FPJP di satu sisi, dan kesimpulan sebagai “Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik” adalah dua hal yang sangat kontradiktif.

Penjelasannya sebagai berikut:

Bank Indonesia mengenal tiga fasilitas bantuan:
1. Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI)
2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
3. Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD)

FLI diberikan untuk mengatasi kekurangan likuiditas (liquidity mismatch) akibat kesenjangan antara arus dana masuk dan arus dana keluar di sebuah bank (fasilitas satu hari). Pemberian fasilitas ini ditujukan untuk memperlancar operasi sistem pembayaran dengan didukung agunan likuid dan bernilai tinggi kepada BI.

FPJP diberikan kepada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (fasilitas 14 hari), yang juga harus didukung agunan yang berkualitas tinggi dan nilainya memadai

Sementara FPD dberikan kepada bank yang mengalami likuiditas (fasilitas 90 hari), tapi masih memenuhi tingkat solvabilitas yang ditetapkan BI, serta berdampak sistemik yang pemberiannya didasarkan pada keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Singkat kata, FLI dan FPJP diberikan BI untuk mengatasi kesulitan likuiditas sebuah bank dalam “kondisi normal”. Sedangkan FPD diberikan “untuk mengatasi dampak atau risiko sistemik dalam kondisi darurat untuk mencegah dan mengatasi krisis.”

Jadi ada dua perbedaan mendasar antara FPD dan FPJP:
1. Dampak sistemik
2. Siapa yang memutuskan
3. Biayanya dari mana

(1) Bila bank dianggap berdampak sistemik, maka dia akan dikucuri FPD (bukan FPJP).
(2) Perbedaan lain, FPJP cukup diputuskan di tingkat Dewan Gubernur BI, sementara FPD harus ke Menteri Keuangan dalam forum KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan). Mengapa?
(3) Karena biaya untuk FPJP dari kantung Bank Indonesia, sementara biaya untuk FPD dari APBN (baca: uang rakyat). Karena itu, setelah diputuskan di forum KSSK, hasilnya harus dilaporkan ke DPR paling telat 30 hari.

Sesuai namanya, Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) memang bersifat darurat, dan karenanya syarat yang diajukan pun relatif lebih ringan dibanding FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Panjang). BI menetapkan syarat sebuah bank bisa mengajukan FPD dengan CAR minimal 5 persen (Pasal 3 butir c, PBI 8/2006). Sementara untuk FPJP harus 8 persen (Pasal 2 ayat 2, PBI 10/2008).

Lantas PBI mana yang diduga diubah untuk memfasilitasi Bank Century mendapatkan bantuan likuiditas?

Inilah yang sepertinya kurang dibedah dan diintepretasi oleh auditor BPK. Di bulan November 2008 itu, sesungguhnya bank sentral telah mengubah dua Peraturan Bank Indonesia (PBI), yang sama-sama menurunkan standar ketentuan rasio kecukupan modal (CAR), yaitu PBI tentang FPD dan PBI tentang FPJP. Aturan tentang FPD yang diubah adalah PBI No. 8/1/PBI/2006 yang semula mensyaratkan bahwa bank harus memiliki CAR minimal 5 persen agar dapat bantuan. Aturan berumur dua tahun ini diubah pada tanggal 18 November 2008 (dua hari sebelum keputusan bailout Century), dengan PBI No. 10/31/PBI/2008 yang menurunkan syarat CAR menjadi 0 persen ke atas (positif).

Tapi empat hari sebelumnya (14 November 2008 atau H-6 bailout), aturan tentang FPJP lebih dulu diubah, yaitu dengan dikeluarkannya PBI No. 10/30/PBI/2008. Aturan anyar ini sebenarnya mengubah aturan yang baru seumur jagung yang dibuat BI pada tanggal 31 Oktober sebelumnya, yaitu PBI No. 10/26/PBI/2008 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank Umum.

Jadi, PBI 10/30, adalah PBI perubahan (adendum) bagi PBI 10/26 yang baru berumur dua minggu. Yang diubah hanya beberapa pasal saja, termasuk pasal tentang ketentuan CAR minimum yang tadinya 8 persen, menjadi minimal 0 persen (asal tidak negatif).

Nah, jadi PBI mana yang diributkan diubah dengan tudingan untuk (semata-mata) menyelamatkan Bank Century?

Jawabannya terpulang pada pertanyaan ini: Fasilitas apa yang diajukan Bank Century kepada BI? FPJP atau FPD?

Bila kita mengacu pada laporan hasil audit sementara BPK, maka Bank Century mengajukan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), bukan Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD). Dus, Bank Century minta ditolong untuk fasilitas likuiditas 14 hari saja, bukan 90 hari. Itu berarti, fasilitas yang diminta adalah fasilitas untuk bank yang tidak memiliki Dampak Sistemik.

Sebab, bila mengacu pada posisi 30 September 2008 (yang jadi acuan dalam permohonan), CAR Bank Century hanya 2,35 persen. Itu artinya, Century tak memenuhi syarat untuk mengajukan kedua jenis fasilias, entah FPD (5 persen), konon lagi FPJP (8 persen). Tapi karena kedua aturan itu sama-sama diubah menjadi 0 persen, jadilah Bank Century masuk kategori layak ditolong. Meski, sekali lagi, ketika hari pertolongan tiba (November 2008), CAR Bank Century sudah jeblok menjadi MINUS 3,53 persen berdasarkan posisi per 31 Oktober 2008, yang membuatnya sebenarnya tak layak mendapatkan bantuan likuiditas berjenis apapun. Jadi, Bank Indonesia terkesan tidak meng-update status CAR Bank Century saat keputusan itu diambil.

Anyway, kita kembali ke pertanyaan awal: Jadi fasilitas apakah yang sesungguhnya diminta Bank Century? FPD atau FPJP?

Inilah bagian yang masih gelap (setidaknya bagi saya). Bila merujuk pada laporan BPK, juga tanggapan para pejabat BI di media-media, tersirat bahwa yang sedang kita bicarakan adalah FPJP untuk bank yang tidak berdampak sistemik, bukan FPD yang berdampak sistemik. Sebab yang dilaporkan oleh BPK adalah perubahan PBI 10/26 tahun 2008 tentang FPJP. Bukan perubahan PBI 8/1 tahun 2006 tentang FPD. Meski dua-duanya sama-sama mengubah ketentuan CAR menjadi “asal tidak negatif”.

Adapun definisi resmi Dampak Sistemik adalah “potensi penyebaran masalah (contagion effect) dari satu Bank Bermasalah ke bank lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan kesulitan likuiditas Bank-Bank lain dan berpotensi menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan mengancam stabilitas sistem keuangan”. (Bab I, Pasal 1 Ketentuan Umum, angka 8, PBI No. 10/31/PBI/2008)

Sebagai sebuah bank, Century sendiri sebenarnya lebih aman untuk mengajukan FPJP, dan bukan FPD. Sebab, bila sebuah bank mengajukan FPD maka bank tersebut otomatis langsung berstatus “Bank Gagal”. Pasal 10, ayat 4, Peraturan Bank Indonesia No. 10/31 tahun 2008 tentang FPD menyebut seperti ini:

“Dalam hal rapat KSSK memutuskan Bank yang memiliki dampak sistemik namun tidak mengajukan FPD, atau mengajukan FPD namun diputuskan bahwa Bank tidak memiliki dampak sistemik, Bank Indonesia menetapkan bank dimaksud sebagai Bank Gagal.”

Jadi, sekali mengajukan FPD, entah nantinya disetujui atau tidak, maka bank tersebut langsung divonis sebagai Bank Gagal. Dari sudut pandang ini, memang agak sulit membayangkan manajemen Bank Century mengajukan FPD dengan risiko yang bisa menimbulkan efek berantai seperti penarikan nasabah dan lain-lain. Sementara, bila pengajuan FPD-nya disetujui, maka bank tersebut langsung berstatus Bank Dalam Pengawasan Khusus (Pasal 27).

Lain halnya bila yang diajukan adalah FPJP. Maka tak ada risiko dikata-katai sebagai Bank Gagal. Jadi, di tengah kebingungan ini, untuk sementara saya menyimpulkan bahwa: Bank Century meminta FPJP, tapi BI memberinya FPD. Dari sudut pandang kemudahan fasilitas, ini seperti seseorang yang meminta tiga buah durian, tapi diberi lima buah. Di sinilah mungkin bisa muncul pertanyaan curiga: Apakah yang dua buah adalah titipan seseorang?

Namun sebelum imajinasi dan pertanyaan liar itu terjawab, ada baiknya kita jawab dulu apakah pemberian FPD yang tanpa diminta adalah sebuah dosa atau skandal?

Jawabannya: belum tentu. Sebab, bila mengacu pada Pasal 10, ayat 4, PBI 10/31 tahun 2008 tentang FPD, rapat KSSK bisa saja memutuskan Bank tersebut memiliki dampak sistemik walaupun ia sendiri tidak mengajukan FPD. Juga sebaliknya: bank itu mengajukan FPD (mengira dirinya sistemik), namun diputuskan bahwa ia tidak memiliki dampak apapun (alias ke-ge-er-an). Nah, tapi dua-duanya tak menghalangi Bank Indonesia untuk menetapkannya sebagai “Bank Gagal”.

Tapi ingat, aturan yang sepertinya menempatkan BI dan pemerintah lebih proaktif dibanding pemilik bank-nya sendiri ini, adalah aturan yang baru saja diubah dua hari sebelum keputusan final KSSK (20 November). Jadi, bila kita mengacu pada laporan BPK September 2009, belum tergambar apakah situasi ini yang terjadi: situasi di mana Bank Century meminta tiga durian, tapi diberi lima durian karena dianggap Berdampak Sistemik.

Yang jelas, karena akhirnya Bank Century mendapat kucuran dana dan dianggap sistemik, maka fasilitas yang digunakan adalah Fasilitas Pembiayaan Darurat alias FPD. Karena setelah tanggal 20 November 2008 malam, Bank Indonesia membawa keputusan ini ke Menteri Keuangan untuk diputuskan di forum KSSK, dan lalu melaporkannya kepada DPR (syarat-syarat FPD).

Tapi bila mengacu pada bagian laporan yang lain, Bank Century sudah menerima kucuran dana sejak 14 November 2008 sebesar Rp 356 miliar, disusul Rp 145 miliar pada 17 November 2008, dan akhirnya Rp 187 miliar pada 18 November. Total jenderal dana dari BI yang dipinjamkan ke Century adalah Rp 689 miliar. Tanggal pengucuran pertama itu (Jumat, 14 November 2008) adalah hari yang sama pemberlakuan PBI FPJP, bukan FPD. Karena CAR sudah longgar, maka Bank Century pun bisa langsung menikmati kucuran di hari di mana peraturan baru itu lahir. Jadi, dari fakta ini, maka sebenarnya fasilitas FPJP lah yang diberikan bank sentral (seperti yang diminta).

Hari Jumat tanggal 14 November 2008 itu adalah juga hari pertama rapat-rapat maraton Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) yang terdiri dari pejabat BI dan Departemen Keuangan. Rapat itu digelar mulai tanggal 14 November, disambung 17 November (Senin), lalu Selasa, Rabu, hingga Jumat (21 November 2008). Di tengah proses rapat-rapat itulah, Bank Indonesia kembali mengubah aturan PBI tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) yang sudah berumur dua tahun (3 Januari 2006), saat Gubernur BI masih dijabat Burhanuddin Abdullah.

Dengan mengamati potongan-potongan hari dan tanggal ini, maka Bank Century memang akan diselamatkan dengan skema FPD (karena itu ketentuan CAR positif disamakan dengan skema FPJP yang sudah diubah dua hari sebelumnya). Bank Century meminta FPJP, pemerintah memberinya FPD. Tentu saja masih perlu pendalaman apakah aturan ini diubah hanya untuk Century seorang. Di berbagai kesempatan, pejabat BI mengatakan bahwa di masa-masa itu, ada bank lain yang juga nasibnya mirip-mirip Century sehingga perubahan-perubahan aturan itu belum tentu bisa dibuktikan terkait dengan upaya penyelamatan Bank Century secara eksklusif.

Di sisi lain, bila kebijakan ini dianggap kejahatan publik yang sistematis, maka pelakunya pasti tak membiarkan skenarionya mudah terbaca, sehingga alibi-alibi lain perlu dipasang. Termasuk alibi bahwa saat itu, KSSK tidak hanya memikirkan urusan Century, meski selama sepekan, rapat-rapat mereka membahas Bank Century.

No comments:

Post a Comment